BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

Rabu, 23 September 2009

Menghilangkan Kegelisahan

Jalan kehidupan kita, sering terhalang oleh kegelisahan. Ketika gelisah itu datang, coba renungkan sejenak – apakah ada orang yang mampu membuat kamu celaka atau bahkan terbunuh, kalau bukan karena kehendakNya ? Apakah kita sadar, bahwa jiwa itu tak pernah lahir, dan tentu tak pernah bisa dibunuh ? Jika ada kesadaran seperti itu, mestikah kita takut akan sergapan penderitaan ataupun kematian ?

Andai kita sadar, akan kenyataan bahwa badan jasad ini bukan milik kita. Dia dibangun dari api, air, udara, bumi dan kosongnya angkasa. Dan jika telah tiba waktunya, dia akan kembali ke asal. Badan bisa terurai, tetapi jiwa tak terhancurkan. Dengan demikian, manakah yang kita pilih, terikat pada jasad ataukah menyatu dengan jiwa ?

Yang sering kita lakukan adalah meratap ketika kehilangan dan kesedihan datang. Namun seiring dengan itu, harus segera dibangkitkan kesadaran, bahwa ketika kita lahir kedunia ini, tak ada satupun barang yang kita bawa. Kalau kesadaran itu telah menerpa, apakah kita benar-benar kehilangan sesuatu ? Segala apa yang kita miliki saat ini, kita dapatkan saat mengarungi kehidupan dunia. Apapun yang kita berikan ke orang lain, kita peroleh dari dunia ini. Dan … siapakah yang menciptakan segala apa yang kita ambil dan berikan ?

Apakah yang kita bawa ketika keluar dari kandungan Sang Ibu ? Terlahir dengan tangan kosong, dan berpulang kealam baka, tidak membawa apa-apa. Segala apa yang dimiliki sekarang, dulunya adalah milik orang lain. Karena itu, apa yang kita miliki saat ini, bukankah menjadi milik orang lain di masa datang ? Kita merasa senang, ketika seluruh gemerlap benda duniawi menjadi milik kita, namun kegembiraan seperti itu adalah penyebab timbulnya penderitaan.

Menderita dan mati adalah bagian dari hidup itu sendiri. Perubahan adalah hukum alam dan keniscayaan. Suatu hari engkau jadi jutawan, dan mungkin hari berikutnya menjadi miskin papa. Milikku, milikmu, milik kita, milik mereka – istilah-istilah itu harus bisa disingkirkan dari hati kita, dan setelah itu, kita akan berada dalam kedamaian, sebesar apapun gejolak perubahan yang terjadi. Perubahan suka dan duka adalah hukum alam itu sendiri. Apa yang menjadi milik kita sekarang, bisa menjadi milik mereka di masa datang, bukankan demikian ?

Apa yang dulu terjadi, adalah hal terbaik yang perlu terjadi. Apapun yang dialami saat ini juga hal terbaik yang harus terjadi. Dan apapun yang terjadi di masa datang, juga adalah rancangan terbaik yang pernah ada. Karena itu, tak berguna menyesali masa lalu, dan mubazir khawatir tentang masa depan. Berfikir, berkata dan bertindak yang terbaik untuk melaksanakan kewajiban saat ini, tanpa takut akan masa datang, itulah yang utama.

Ratapan hendaknya diganti dengan penyerahan diri kepada kehendak Hyang Widhi. Karena Dialah pendukung utamamu. Bagi orang-orang yang telah merasakan dukungan langsungNya, akan terlepas dari kekhawatiran dan penderitaan.

Tuhan adalah tujuan dari pikiran, perkataan dan tindakan kita. Semoga dengan upaya itu, kita akan menikmati kemerdekaan dari perputaran bahagia dan derita untuk selama-lamanya.

Harapan dan keinginan memang tidak untuk dimatikan, namun kita adalah pengendalinya, sehingga mampu bersikap sama terhadap suka dan duka, bagian dari rwa-bhineda - kenyataan yang ada di alam ini.

Andai hal ini bisa tertanam terus dihati, tentu akan membantu kita menghilangkan kegelisahan. Dengan kesadaran itu, semoga timbul rasa damai dan selamat dalam mengarungi samudera kehidupan, untuk mencapai pelabuhan tujuan.


http://www.parisada.org/index.php?option=com_content&task=view&id=520&Itemid=29

0 komentar: